Peningkatan penderita autis di Indonesia patut mendapatkan perhatian khusus dari semua elemen masyarakat. Data terakhir yang dirilis pada Expo Peduli Autisme 2008 lalu mengatakan, jumlah penderita autis di Indonesia di tahun 2004 tercatat sebanyak 475 ribu penderita dan sekarang diperkirakan setiap 1 dari 150 anak yang lahir, menderita autisme.
Menurut Power (1989), karakteristik anak dengan autisme adalah adanya 6 gangguan dalam bidang interaksi sosial, komunikasi (bahasa dan bicara), perilaku serta emosi dan pola bermain, gangguan sensoris, dan perkembangan terlambat atau tidak normal. Gejala ini mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil, biasanya sebelum anak berusia 3 tahun.
Secara lebih jelas dapat dituliskan sifat-sifat yang kerap ditemukan pada anak autis. Diantaranya adalah sulit bergabung dengan anak-anak yang lain, tertawa atau cekikikan tidak pada tempatnya, menghindari kontak mata atau hanya sedikit melakukan kontak mata, menunjukkan ketidakpekaan terhadap nyeri, lebih senang menyendiri, menarik diri dari pergaulan, tidka membentuk hubungan pribadi yang terbuka, memutar benda, terpaku pada benda tertentu, sangat tergantung kepada benda yang sudah dikenalnya dengan baik, memiliki fisik terlalu aktif atau sama sekali kurang aktif, dan sebagainya.
Secara khusus, autisme bisa diketahui jika ditemukan 6 atau lebih dari 12 gejala yang mengacu pada 3 bidang utama gangguan, yaitu Interaksi Sosial, Komunikasi, serta Perilaku.
Referensi baku yang digunakan secara umum dalam mengenali jenis-jenis gangguan perkembangan pada anak penderita autis, yang termasuk dalam ICD (International Classification of Diseases) revisi ke-10 tahun 1993, dan DSM (Diagnostic And Statistical Manual) Revisi IV tahun 1994 yang kedua isinya sama.
Ketua Yayasan Autisme Indonesia (YAI) dr. Melly Budhiman mengatakan, di antara penyebabnya adalah faktor gaya hidup, polusi udara, narkotika, makanan yang tercemar limbah, misalnya ikan laut, dan sayuran yang masih mengandung pestisida.
Hasil penelitian terbaru menitikberatkan pada kelainan biologis dan neurologis di otak, termasuk ketidakseimbangan biokimia, faktor genetik dan gangguan kekebalan.
Meski memiliki gangguan dalam perkembangan otak serta pergaulan, bukan berarti penderita Autis mutlak tidak memiliki masa depan. Kesempatan untuk sembuh total dan memperoleh pendidikan yang sama, selalu dimiliki oleh penderita autis.Namun semua itu memerlukan suatu usaha keras, proses yang panjang, serta kepedulian dari keluarga maupun orang-orang disekitarnya.
Berikut beberapa sekolah yang menerima siswa autis di Jakarta dan Bogor :
1. SDN Bendungan Hilir Pagi, Jakarta Pusat
2. SDN Johar Baru 29 Pagi, Jakarta Pusat
3. SDN Cempaka Putih Barat 16 Pagi, Jakarta Pusat
4. SDN Pluit 06 Petang, Jakarta Utara
5. Sekolah Al Fath, Jakarta Timur
6. Sekolah Cikal, Jakarta Selatan
7. High Scope, Jakarta Selatan
8. Sekolah Mutiara Indonesia, Jakarta Selatan
9. Sekolah Global Jaya, Bintaro, Tangerang
10. SD Madania Parung, Bogor
Di beberapa daerah lain memang sudah ada sekolah umum yang membuka kelas untuk anak berkebutuhan khusus, semacam autism ini. Semoga kedepannya semakin banyak sekolah-sekolah yang mau menerima anak-anak autism dan sejenisnya.
No comments:
Post a Comment