Peran Hutan Dalam Pengendalian Daur Air
Hutan dengan penyebarannya yang luas, dengan struktur dan komposisinya yang beragam diharapkan mampu menyediakan manfaat lingkungan yang amat besar bagi kehidupan manusia antara lain jasa peredaman terhadap banjir, erosi dan sedimentasi serta jasa pengendalian daur air. Peran hutan dalam pengendalian daur air dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Sebagai pengurang atau pembuang cadangan air di bumi melalui proses :
a. Evapotranspirasi
b. Pemakaian air konsumtif untuk pembentukan jaringan tubuh vegetasi.
2. Menambah titik-titik air di atmosfer.
3. Sebagai penghalang untuk sampainya air di bumi melalui proses intersepsi.
4. Sebagai pengurang atau peredam energi kinetik aliran air lewat :
a. Tahanan permukaan dari bagian batang di permukaan
b. Tahanan aliran air permukaan karena adanya seresah di permukaan.
5. Sebagai pendorong ke arah perbaikan kemampuan watak fisik tanah untuk memasukkan air lewat sistem perakaran, penambahan bahan organik ataupun adanya kenaikan kegiatan biologik di dalam tanah.
Semua peran vegetasi tersebut bersifat dinamik yang akan berubah dari musim ke musim maupun dari tahun ke tahun. Dalam keadaan hutan yang telah mantap, perubahan peran hutan mungkin hanya nampak secara musiman, sesuai dengan pola sebaran hujannya.
Peran hutan terhadap pengendalian daur air dimulai dari peran tajuk menyimpan air sebagai air intersepsi. Sampai saat ini intersepsi belum dianggap sebagai faktor penting dalam daur hidrologi. Bagi daerah yang hujannya rendah dan kebutuhan air dipenuhi dengan konsep water harvest maka para pengelola Daerah Aliran Sungai (DAS) harus tetap memperhitungkan besarnya intersepsi karena jumlah air yang hilang sebagai air intersepsi dapat mengurangi jumlah air yang masuk ke suatu kawasan dan akhirnya mempengaruhi neraca air regional. Dengan demikian pemeliharaan hutan yang berupa penjarangan sangat penting dilaksanakan sesuai frekuensi yang telah ditetapkan.
Peran menonjol yang ke dua yang juga sering menjadi sumber penyebab kekawatiran masyarakat adalah evapotranspirasi. Beberapa faktor yang berperanan terhadap besarnya evapotranspirasi antara lain adalah radiasi matahari, suhu, kelembaban udara, kecepatan angin dan ketersediaan air di dalam tanah atau sering disebut kelengasan tanah. Lengas tanah berperanan terhadap terjadinya evapotranspirasiEvapotranspirasi punya pengaruh yang penting terhadap besarnya cadangan air tanah terutama untuk kawasan yang berhujan rendah, lapisan/tebal tanah dangkal dan sifat batuan yang tidak dapat menyimpan air.
Peran ketiga adalah kemampuan mengendalikan tingginya lengas tanah hutan. Tanah mempunyai kemampuan untuk menyimpan air (lengas tanah), karena memiliki rongga-rongga yang dapat diisi dengan udara/cairan atau bersifat porous. Bagian lengas tanah yang tidak dapat dipindahkan dari tanah oleh cara-cara alami yaitu dengan osmosis, gravitasi atau kapasitas simpanan permanen suatu tanah diukur dengan kandungan air tanahnya pada titik layu permanen yaitu pada kandungan air tanah terendah dimana tanaman dapat mengekstrak air dari ruang pori tanah terhadap gaya gravitasinya. Titik layu ini sama bagi semua tanaman pada tanah tertentu (Seyhan, 1977). Pada tingkat kelembaban titik layu ini tanaman tidak mampu lagi menyerap air dari dalam tanah. Jumlah air yang tertampung di daerah perakaran merupakan faktor penting untuk menentukan nilai penting tanah pertanian maupun kehutanan.
Peran ke empat adalah dalam pengendalian aliran (hasil air). Kebanyakan persoalan distribusi sumberdaya air selalu berhubungan dengan dimensi ruang dan waktu. Akhir-akhir ini kita lebih sering dihadapkan pada suatu keadaan berlebihan air pada musim hujan dan kekurangan air di musim kemarau. Sampai saat ini masih dipercayai bahwa hutan yang baik mampu mengendalikan daur air artinya hutan yang baik dapat menyimpan air selama musim hujan dan melepaskannya di musim kemarau. Kepercayaan ini didasarkan atas masih melekatnya dihati masyarakat bukti-bukti bahwa banyak sumber-sumber air dari dalam kawasan hutan yang baik tetap mengalir pada musim kemarau.
Pada kawasan hutan Pinus di Daerah Tangkapan Air Gunung Rahtawu, Kabupaten Wonogiri dengan luasan catchment area dengan luas 101,79 ha dengan curah hujan rata-rata berkisar antara 2900 – 3500 mm/tahun mampu menghasilkan potensi sumberdaya air permukaan sebesar 2..232.000 m3/tahun. Kawasan ini juga mampu menghasilkan debit yang selalu tersedia untuk dimanfaatkan (debit andalan) sebesar 2 – 67 liter/detik. Dari potensi ini saja sebenarnya sudah dapat diprediksi bahwa kawasan hutan Pinus ini mampu mendukung 900 – 2.000 jiwa masyarakat disekitar hutan Pinus yang rata-rata membutuhkan air bersih untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebesar 122 liter/orang/hari (Suryatmojo, H., 2004).
Dari gambaran diatas, nampak jelas bahwa peran hutan sebagai penyedia jasa lingkungan melalui kemampuannya sebagai regulator air memiliki nilai arti yang sangat penting dalam mendukung hajat hidup masyarakat disekitar hutan.
Hutan dengan penyebarannya yang luas, dengan struktur dan komposisinya yang beragam diharapkan mampu menyediakan manfaat lingkungan yang amat besar bagi kehidupan manusia antara lain jasa peredaman terhadap banjir, erosi dan sedimentasi serta jasa pengendalian daur air. Peran hutan dalam pengendalian daur air dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Sebagai pengurang atau pembuang cadangan air di bumi melalui proses :
a. Evapotranspirasi
b. Pemakaian air konsumtif untuk pembentukan jaringan tubuh vegetasi.
2. Menambah titik-titik air di atmosfer.
3. Sebagai penghalang untuk sampainya air di bumi melalui proses intersepsi.
4. Sebagai pengurang atau peredam energi kinetik aliran air lewat :
a. Tahanan permukaan dari bagian batang di permukaan
b. Tahanan aliran air permukaan karena adanya seresah di permukaan.
5. Sebagai pendorong ke arah perbaikan kemampuan watak fisik tanah untuk memasukkan air lewat sistem perakaran, penambahan bahan organik ataupun adanya kenaikan kegiatan biologik di dalam tanah.
Semua peran vegetasi tersebut bersifat dinamik yang akan berubah dari musim ke musim maupun dari tahun ke tahun. Dalam keadaan hutan yang telah mantap, perubahan peran hutan mungkin hanya nampak secara musiman, sesuai dengan pola sebaran hujannya.
Peran hutan terhadap pengendalian daur air dimulai dari peran tajuk menyimpan air sebagai air intersepsi. Sampai saat ini intersepsi belum dianggap sebagai faktor penting dalam daur hidrologi. Bagi daerah yang hujannya rendah dan kebutuhan air dipenuhi dengan konsep water harvest maka para pengelola Daerah Aliran Sungai (DAS) harus tetap memperhitungkan besarnya intersepsi karena jumlah air yang hilang sebagai air intersepsi dapat mengurangi jumlah air yang masuk ke suatu kawasan dan akhirnya mempengaruhi neraca air regional. Dengan demikian pemeliharaan hutan yang berupa penjarangan sangat penting dilaksanakan sesuai frekuensi yang telah ditetapkan.
Peran menonjol yang ke dua yang juga sering menjadi sumber penyebab kekawatiran masyarakat adalah evapotranspirasi. Beberapa faktor yang berperanan terhadap besarnya evapotranspirasi antara lain adalah radiasi matahari, suhu, kelembaban udara, kecepatan angin dan ketersediaan air di dalam tanah atau sering disebut kelengasan tanah. Lengas tanah berperanan terhadap terjadinya evapotranspirasiEvapotranspirasi punya pengaruh yang penting terhadap besarnya cadangan air tanah terutama untuk kawasan yang berhujan rendah, lapisan/tebal tanah dangkal dan sifat batuan yang tidak dapat menyimpan air.
Peran ketiga adalah kemampuan mengendalikan tingginya lengas tanah hutan. Tanah mempunyai kemampuan untuk menyimpan air (lengas tanah), karena memiliki rongga-rongga yang dapat diisi dengan udara/cairan atau bersifat porous. Bagian lengas tanah yang tidak dapat dipindahkan dari tanah oleh cara-cara alami yaitu dengan osmosis, gravitasi atau kapasitas simpanan permanen suatu tanah diukur dengan kandungan air tanahnya pada titik layu permanen yaitu pada kandungan air tanah terendah dimana tanaman dapat mengekstrak air dari ruang pori tanah terhadap gaya gravitasinya. Titik layu ini sama bagi semua tanaman pada tanah tertentu (Seyhan, 1977). Pada tingkat kelembaban titik layu ini tanaman tidak mampu lagi menyerap air dari dalam tanah. Jumlah air yang tertampung di daerah perakaran merupakan faktor penting untuk menentukan nilai penting tanah pertanian maupun kehutanan.
Peran ke empat adalah dalam pengendalian aliran (hasil air). Kebanyakan persoalan distribusi sumberdaya air selalu berhubungan dengan dimensi ruang dan waktu. Akhir-akhir ini kita lebih sering dihadapkan pada suatu keadaan berlebihan air pada musim hujan dan kekurangan air di musim kemarau. Sampai saat ini masih dipercayai bahwa hutan yang baik mampu mengendalikan daur air artinya hutan yang baik dapat menyimpan air selama musim hujan dan melepaskannya di musim kemarau. Kepercayaan ini didasarkan atas masih melekatnya dihati masyarakat bukti-bukti bahwa banyak sumber-sumber air dari dalam kawasan hutan yang baik tetap mengalir pada musim kemarau.
Pada kawasan hutan Pinus di Daerah Tangkapan Air Gunung Rahtawu, Kabupaten Wonogiri dengan luasan catchment area dengan luas 101,79 ha dengan curah hujan rata-rata berkisar antara 2900 – 3500 mm/tahun mampu menghasilkan potensi sumberdaya air permukaan sebesar 2..232.000 m3/tahun. Kawasan ini juga mampu menghasilkan debit yang selalu tersedia untuk dimanfaatkan (debit andalan) sebesar 2 – 67 liter/detik. Dari potensi ini saja sebenarnya sudah dapat diprediksi bahwa kawasan hutan Pinus ini mampu mendukung 900 – 2.000 jiwa masyarakat disekitar hutan Pinus yang rata-rata membutuhkan air bersih untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebesar 122 liter/orang/hari (Suryatmojo, H., 2004).
Dari gambaran diatas, nampak jelas bahwa peran hutan sebagai penyedia jasa lingkungan melalui kemampuannya sebagai regulator air memiliki nilai arti yang sangat penting dalam mendukung hajat hidup masyarakat disekitar hutan.
No comments:
Post a Comment