Wednesday, November 25, 2009

Pemasaran Agroindustri

Pemasaran Agroindustri

Meskipun hutan, lahan pertanian dan laut kita terus dieksploitasi ternyata masih tetap produktif. Dengan bangga kita masih mengklaim sebagai negara agraris. Kita juga bangga sering kali “terlena” ketika orang asing memuji kesuburan negara kita. Kenyataannya memang demikian, meskipun tingkat kesuburan dan produktivitasnya menurun.

Meskipun negara kita subur tetapi kita masih harus mengimpor kedelai untuk pembuatan tempe, tomat untuk produksi saus, gandum untuk mi, bawang putih untuk bumbu dapur dan beragam hasil pertanian lain untuk industri jamu tradisional. Kita memang tdak perlu punya cita-cita swasembada untuk semua hasil produk pertanian. Eranya memang tidak demikian lagi. Konsumen sudah menggeser kebutuhan dan keinginannya. Konsumen lebih menghargai jaminan kualitas, kenyamanan dan kekhasan produk.

Agroindustri merupakan solusi penting untuk menjembatani keinginan konsumen dan karakteristik produk pertanian yang variatif dan tidak bisa disimpan. Agroindustri mempunyai rentang pengertian yang amat lebar. Dari yang sangat soft berupa pengolahan pasca panen seperti pembuatan ikan asin yang Cuma perlu teknologi pengawetan sampai yang punya value added tinggi di mana produk pertanian di ekstrak dan dikombinasikan dengan produk lain sepert pada industri parfum.

Gandum akan dihargai lebih mahal kalau sudah digiling menjadi tepung terigu, dan akan lebih tinggi lagi keitika diolah menjadi roti. Harga roti juga akan lebih mahal kalau diberi layanan tambahan berupa pengiriman ke rumah konsumen dengan menggunakan mobil roti atau ketik disajikan di coffee shop hotel berbintang lima.

Suatu waktu di salah satu pusat perbelanjaan saya terkesan dengan pedagang yang menjula jagung olah menggunakan gerobak dorong. Jagung rebus manis yang sudah dilepaskan dari bonggolnya ditambah susu kental manis dan minyak nabati lalu dikocok-kocok dan disajikan dalam gelas plastik yang mewah, hargannya Rp. 6.000,- sementara harga jagung rebus di daerah puncak Cuma Rp. 1.000,-. Demikian juga ikan tangkapan nelayan yang harga per kilonya hanya sekian ribu rupiah akan berlipat tiga atau empat kali lipat ketika sudah dibersihkan dan dijual di supermarket, apalagi kalau sempat diolah dan dikalengkan menjadi ikan sarden.

Demikian pula kayu gelondongan dari hutan Kalimantan yang sudah disortir dan dipilah-pilah sehingga terjamin kualitasnya akan dihargai lebih mahal ketika sampai di surabaya apalagi kalau sudah diekspor ke Jepang. Dan akan lebih dihargai kalau sudah diijadikan perabot rumah tangga.

Beragam contoh di atas memberi gambaran akan amat luasnya rentangnya pengertian agroindustri. Produk “asli” agroindustri pada beragam contoh di atas adalah ikan sarden dan kayu lapis. Bagaimana dengan tepung terigu atau roti yang yang disajikan hotel? Saya menyelesaikan pendidikan strata satu saya di jurusan agroindustrial Tecnology dan sapai hari ini saya masih menikmati perdebatan tiada henti tentang definisi agroindustri di kalangan para pafkar pertanian yang tidak kunjung reda. Dalam pengertian saya, agroindustri adalah industri yang mebrei nilai tambah pada produk pertanian dalam arti luas termasuk hasil laut, hasilk hutan, peternakan dan perikanan.

Nilai tambah pada produk pertanian biasa dilakukan dalam berbagai bentuk asalkan meberi persepis nilai yang semakin tinggi di benak konsumen. Yang paling sederhana adalah memperbaiki penampilan fisiknya melalui sortir dan jaminan kualitasnya. Konsumen akan mempersepsi rendah pada ikan tangkapan nelayan yang masih apa adanya ; misalnya tercampur antara ikan kecil, ikan besar dan hasil laut lain. Nilai tambah berikutnya muncul melalui penyimpanan dan transportasi. Ikan yang dijual dengan lelang di Pasar ikan Muara Karang akan dihargai lebih mahal ketika sudah disajikan dalam kondisi bersih dan diletakkan di alat pendingin Paserba Carrefour.
Nilai tambah produk pertanian bisa meningkat melalui industri pengolahan. Hanya saja industri dalam konteks masa kini tidak perlu memaksakan makna produksi barang yang sama secara massal. Ketika konsumen sudah semakin demanding, industri harus bisa didesain dan menyesuaikan tuntutan customization konsumen. Industri zaman sekarang harus sanggup menyediakan beragam produk sesuai permintaan sekelompok kecil bahkan masing-masing konsumen.

Pada dasarnya nilai tambah bukan diukur dari apa yang sudah dilakukan termasuk segala biaya yang harus dikeluarakan tetapi diukur dari persepsi nilai di benak konsumen. Karena nilai tambah dikur dengan persepsi konsumen, maka peran pemasaran menjadi termasuk brand menjadi penting. Roti yang sama bisa dihargai lebih mahal kalau dijual dengan merk Holland Bakery, Delicius, atau Sari Roti. Kopi Kapal Api, daging Kibif, minyak goreng Bimoli atau samapai sambal ABC dihargai lebih tinggi oleh konsumen bukan sekedar karena proses pengolahan yang berkualitas tetapi karena kerja keras membangun Brand dan mengkomunikasikannya ke Konsumen.
Konsumen memang percaya dengan persepsinya. Jadi kalau kita bisa memberi persepsi lebih tinggi melalui value creation dan dilengkapi dengan aplikasi pemasaran yang benar maka agroindustri akan emberi sumbangan lebih besar. Selama ini komoditas pertanian sering didera gonjang ganjing anjloknya harga karena pasokan berlimpah. Agroindustri bisa menjadi sarana melepaskan diri dari situasi commodity-like-trap.
Penghargaan seharusnya diberikan bukan karena tingkat produksi yang berlimpah sebagai hasil tanah subur seperti kata Koes Plus tetapi karena keberhasilan memberi nilai tambah yang lebih tinggi. Pemasaran agroindustri memang masih harus lebih digiatkan lagi

http://www.geocities.com/mma5ugm/Artikel2.htm

No comments:

Post a Comment