Inteferensi Bahasa Gaul dalam Penggunaan Bahasa Indonesia
Di masyarakat pada saat ini sering kita dengar percakapan orang-orang dengan menggunakan bahasa gaul. Bahasa gaul tidak hanya dipakai oleh para remaja, tetapi juga digunakan oleh orang-orang dewasa. Bahasa gaul dianggap lebih modern daripada bahasa Indonesia atau bahasa daerah. Penggunanya pun akan dikatakan sebagai orang yang modern. Hal ini dapat kita pahami karena bahasa gaul lahir dari masyarakat perkotaan yang modern sehingga penggunanya pun akan dikatakan sebagai orang kota yang modern. Padahal bahasa gaul sangat dekat dengan bahasa Betawi di Ibukota Negara Indonesia yang sebenarnya merupakan bahasa daerah juga. Bahasa gaul sangat kental dengan bahasa Betawi dengan beberapa perubahan kata baru berupa kata, seperti nyokap dan bokap, serta berupa singkatan-singakatan.
Bahasa gaul sebenarnya bukanlah bahasa yang dilarang penggunaannya. Jika kita kategorikan, bahasa gaul dapat kita kategorikan sebagai bahasa prokem yang termasuk ke dalam bahasa slang yang menambah khazanah kekayaan bahasa di Indonesia. Hal yang meyebabkan bahasa gaul dapat disebut sebagai masalah adalah jika bahasa gaul menggeser penggunaan bahasa Indonesia (sudah dijelaskan di atas) dan jika dipakai dalam penggunaan bahasa Indonesia atau yang sering kita sebut dengan inteferensi bahasa gaul ke dalam bahasa Indonesia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Alwi, 2005:438) interferensi adalah masuknya unsur serapan ke dalam bahasa lain yang bersifat melanggar kaidah gramatika bahasa yang menyerap. Interferensi bahasa gaul inilah yang harus kita hindari. Penyebab terjadinya interferensi ini salah satunya adalah seringnya bahasa gaul dipakai dalam kehidupan sehari-hari sedangkan bahasa Indonesia jarang digunakan. Kurangnya kompetensi berbahasa Indonesia juga dapat meyebabkan terjadinya interferesi bahasa gaul ke dalam bahasa Indonesia. Interferensi bahasa gaul ke dalam bahasa Indonesia yang paling sering terjadi adalah interferensi pada tataran morfem.
Interferensi pada tataran morfem ini dapat terjadi pada morfem terikat dan mofem bebas. Morfem terikat yang penulis maksud adalah seperti afiks atau imbuhan dan yang termasuk morfem bebas berupa kata yang dapat berdiri sendiri. Interferensi pada morfem terikat dapat kita lihat seperti dalam pengimbuhan sufiks –in yang merupakan sufiks bahasa gaul pada bentuk dasar laku yang merupakan kata dasar bahasa Indonesia sehingga menjadi kata turunan lakuin. Masuknya unsur morfem terikat berupa sufiks –in ini merupakan bentuk interferensi bahasa gaul dalam penggunaan bahasa Indonesia pada tataran morfem terikat. Seharusnya kata itu menjadi melakukan dan bukan lakuin.
Pada tataran morfem bebas kata-kata bahasa gaul yang sering masuk ke dalam penggunaan bahasa Indonesia, seperti kata nggak atau gak, bikin, dan cuman. Kata-kata itu muncul dalam kalimat, seperti Kamu sedang bikin apa? dan Aku gak pernah mencuri. Penggunaan bahasa gaul dalam bahasa Indonesia ini sebaiknya kita hindari karena membuat kita tidak menggunakan bahasa Indonesia secara benar dalam situasi resmi.
Di masyarakat pada saat ini sering kita dengar percakapan orang-orang dengan menggunakan bahasa gaul. Bahasa gaul tidak hanya dipakai oleh para remaja, tetapi juga digunakan oleh orang-orang dewasa. Bahasa gaul dianggap lebih modern daripada bahasa Indonesia atau bahasa daerah. Penggunanya pun akan dikatakan sebagai orang yang modern. Hal ini dapat kita pahami karena bahasa gaul lahir dari masyarakat perkotaan yang modern sehingga penggunanya pun akan dikatakan sebagai orang kota yang modern. Padahal bahasa gaul sangat dekat dengan bahasa Betawi di Ibukota Negara Indonesia yang sebenarnya merupakan bahasa daerah juga. Bahasa gaul sangat kental dengan bahasa Betawi dengan beberapa perubahan kata baru berupa kata, seperti nyokap dan bokap, serta berupa singkatan-singakatan.
Bahasa gaul sebenarnya bukanlah bahasa yang dilarang penggunaannya. Jika kita kategorikan, bahasa gaul dapat kita kategorikan sebagai bahasa prokem yang termasuk ke dalam bahasa slang yang menambah khazanah kekayaan bahasa di Indonesia. Hal yang meyebabkan bahasa gaul dapat disebut sebagai masalah adalah jika bahasa gaul menggeser penggunaan bahasa Indonesia (sudah dijelaskan di atas) dan jika dipakai dalam penggunaan bahasa Indonesia atau yang sering kita sebut dengan inteferensi bahasa gaul ke dalam bahasa Indonesia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Alwi, 2005:438) interferensi adalah masuknya unsur serapan ke dalam bahasa lain yang bersifat melanggar kaidah gramatika bahasa yang menyerap. Interferensi bahasa gaul inilah yang harus kita hindari. Penyebab terjadinya interferensi ini salah satunya adalah seringnya bahasa gaul dipakai dalam kehidupan sehari-hari sedangkan bahasa Indonesia jarang digunakan. Kurangnya kompetensi berbahasa Indonesia juga dapat meyebabkan terjadinya interferesi bahasa gaul ke dalam bahasa Indonesia. Interferensi bahasa gaul ke dalam bahasa Indonesia yang paling sering terjadi adalah interferensi pada tataran morfem.
Interferensi pada tataran morfem ini dapat terjadi pada morfem terikat dan mofem bebas. Morfem terikat yang penulis maksud adalah seperti afiks atau imbuhan dan yang termasuk morfem bebas berupa kata yang dapat berdiri sendiri. Interferensi pada morfem terikat dapat kita lihat seperti dalam pengimbuhan sufiks –in yang merupakan sufiks bahasa gaul pada bentuk dasar laku yang merupakan kata dasar bahasa Indonesia sehingga menjadi kata turunan lakuin. Masuknya unsur morfem terikat berupa sufiks –in ini merupakan bentuk interferensi bahasa gaul dalam penggunaan bahasa Indonesia pada tataran morfem terikat. Seharusnya kata itu menjadi melakukan dan bukan lakuin.
Pada tataran morfem bebas kata-kata bahasa gaul yang sering masuk ke dalam penggunaan bahasa Indonesia, seperti kata nggak atau gak, bikin, dan cuman. Kata-kata itu muncul dalam kalimat, seperti Kamu sedang bikin apa? dan Aku gak pernah mencuri. Penggunaan bahasa gaul dalam bahasa Indonesia ini sebaiknya kita hindari karena membuat kita tidak menggunakan bahasa Indonesia secara benar dalam situasi resmi.
No comments:
Post a Comment