Majalah TEMPO edisi 28 Juni - 4 Juli 2010 yang mulai beredar hari ini dikabarkan ludes diborong orang-orang berseragam polisi, sehingga dalam tempo singkat sudah lenyap dari pasaran. Laporan utama majalah ini mengulas tentang dugaan rekening tak wajar "Rekening Gendut" sejumlah perwira tinggi Polri.
Majalah Tempo edisi "Rekening Gendut Perwira Polri", membeberkan sejumlah nama yang diduga melakukan transaksi keuangan mencurigakan dan memiliki rekening tak wajar, di antaranya, Inspektur Jenderal Mathius Salempang dan Inspektur Jenderal Sylvanus Yulian Wenas. Selain itu juga Inspektur Jenderal Budi Gunawan, Inspektur Jenderal Badrodin Haiti, Komisaris Jenderal Susno Duadji, dan Inspektur Jenderal Bambang Suparno.
Terkait data-data yang dimuat oleh majalah tempo tersebut, Komisi III DPR akan meminta penjelasan rinci dari Kepolisian RI.
Anggota Komisi Hukum (Komisi III) DPR, Ahmad Yani mempunyai dugaan bahwa data yang pernah diungkapkan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan rekam data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sama dengan yang pernah dilontarkan mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji beberapa waktu lalu di Komisi III DPR.
Tempo Interaktif memberitakan, perkara transaksi mencurigakan itu dimuat sebagai Laporan Utama majalah Tempo, yang terbit kemarin. Menurut sumber Tempo, dokumen soal itu telah menjadi bahan gunjingan di Trunojoyo--Markas Besar Kepolisian. Menurut salinan dokumen itu, enam perwira tinggi dan sejumlah perwira menengah melakukan "transaksi yang tidak sesuai dengan profil" alias melampaui gaji bulanan mereka.
Transaksi paling besar terjadi pada rekening milik Inspektur Jenderal Budi Gunawan, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri. Pada 2006, melalui rekening pribadi dan rekening anaknya, mantan ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri itu mendapatkan setoran Rp 54 miliar, antara lain, dari sebuah perusahaan properti.
Budi Gunawan memilih tutup mulut. Saat ditemui Tempo di kantornya, Jumat pekan lalu, dia hanya tersenyum dan berkomentar pendek, "Nanti saja, ya." Belakangan, lewat seorang bawahannya, Budi Gunawan mengaku sudah menyerahkan masalah ini kepada Kepala Badan Reserse Kriminal. "Semua berita itu tidak benar," katanya.
Inspektur Jenderal Badrodin Haiti, kini menjabat Kepala Divisi Pembinaan Hukum Kepolisian, juga disebut melakukan transaksi mencurigakan. Menurut sumber Tempo, Badrodin membeli polis asuransi PT Prudential Life Assurance dengan premi Rp 1,1 miliar. Disebutkan dana tunai pembayaran premi berasal dari pihak ketiga.
Menjadi Kepala Kepolisian Wilayah Kota Besar Medan pada 2000-2003, Badrodin juga menarik tunai Rp 700 juta di Bank Central Asia Kantor Cabang Utama Bukit Barisan, Medan, pada Mei 2006. Hasil analisis rekening Badrodin juga memuat adanya setoran dana rutin Rp 50 juta setiap bulan pada periode Januari 2004-Juli 2005. Ada pula setoran dana Rp 120-343 juta. Dalam laporan itu disebutkan setoran-setoran tidak memiliki underlying transaction yang jelas.
Nama Inspektur Jenderal Sylvanus Yulian Wenas, Kepala Korps Brigade Mobil Polri, juga disebut dalam daftar pemilik rekening mencurigakan. Indikasi di rekening Wenas muncul pada 2005, ketika ia menjabat Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur. Pada 9 Agustus, isi rekening Wenas mengalir berpindah Rp 10,007 miliar ke rekening seseorang yang mengaku sebagai Direktur PT Hinroyal Golden Wing.
Rekening Edward Syah Pernong, Kepala Kepolisian Wilayah Kota Besar Semarang, pun mengundang curiga. Menurut sumber Tempo, ketika menjabat Kepala Kepolisian Resor Jakarta Barat, ia menerima setoran Rp 470 juta dan Rp 442 juta pada Agustus dan September 2005 dari Deutsche Bank. Pada 15 September 2005, dia menutup rekening dengan saldo terakhir Rp 5,39 miliar. Edward mempersoalkan asal-usul data itu. "Data itu bohong. Itu fitnah," katanya pada Kamis pekan lalu.
Neta S. Pane, Ketua Indonesia Police Watch, mendorong upaya pembuktian terbalik dari perwira yang memiliki rekening mencurigakan. Sebab, ia menyatakan jenderal yang memiliki kekayaan melimpah patut dipertanyakan. Ia menambahkan, "Jika hidup hanya dari gaji, sampai kiamat mereka tidak akan pernah bisa kaya."
No comments:
Post a Comment