Aku tak tahu harus memulai dari mana, tentang sebuah apresiasi basi, tentang sebuah manifestasi. Di kepalaku sudah tersimpan jutaan rangkai kata, mungkin saking banyaknya jadi saling kusut hingga susah tuk dikeluarkan. Kusisihkan waktuku untuk malam, malam yang sudah lama kunanti. Malam di bulan Mei. Kini tinggal 2 hari, jatah hidupmu berkurang setahun lagi. Yang menurut orang hari yang sakral. Yang menurutmu hari yang spesial.
Kembali kepermasalahan awal, apa yang harus kutulis. Kertas ini masih putih bersih. Inspirasi apa lagi. Semua sudah ada di kepala. Ayo keluarkan Panca. Mungkin lewat sebuah puisi cinta, ah tampaknya sudah basi. Aku tahu kamu. Sosok to the point. Tak perlu basa basi. Biasa aja lagi. Hmm, kata-kata yang biasa kamu keluarkan.
"Sayang aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu, dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada. Akulah si telaga, berlayarlah di atasnya. Berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil yang menggerakkan bunga-bunga padma. Berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya. Sesampai di seberang sana, tinggalkan begitu saja. Perahumu biar aku yang menjaganya."
Kembali kepermasalahan awal, apa yang harus kutulis. Kertas ini masih putih bersih. Inspirasi apa lagi. Semua sudah ada di kepala. Ayo keluarkan Panca. Mungkin lewat sebuah puisi cinta, ah tampaknya sudah basi. Aku tahu kamu. Sosok to the point. Tak perlu basa basi. Biasa aja lagi. Hmm, kata-kata yang biasa kamu keluarkan.
"Sayang aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu, dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada. Akulah si telaga, berlayarlah di atasnya. Berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil yang menggerakkan bunga-bunga padma. Berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya. Sesampai di seberang sana, tinggalkan begitu saja. Perahumu biar aku yang menjaganya."
No comments:
Post a Comment