Jomblo-wan dan jomblo-wati acap kali di buat mati kutu oleh citra yang ditampilkan media. Tengoklah kisah-kisah di televisi, majalah, novel, bahkan syair lagu, hampir semua bercerita tentang kisah kasih orang pacaran.
Sejurus dengan itu, media massa kian membangun budaya masa dalam masyarakat. Jean Baudrillard, strukturalis asal Perancis mengungkapkan dalam bukunya Ecstacy of Communication (1987), bahwa berkat makna, informasi dan transparasi, masyarakat telah melewati ambang batas menuju 'ecstacy permanent'; the ecstacy of social (the masses), the body (obesity), sex (obcenity), violence (terror), and information (simulation).
Pacaran telah menjadi komoditas kehidupan industrialis. Seperti dikatakan oleh Ardian A. Waskito, mahasiswa Psikologi UNDIP Semarang, yang dimuat dalam Majalah Psikologi Volume II, No 11, 'Cinta tidak lagi dipandang sebagai buah kematangan jiwa seseorang, tapi cinta hanyalah nama lain dari nafsu yang menggelora. Sehingga gaya pacaran semakin melenceng dari norma. Menjomblo bukan berarti kehampaan rasa cinta dalam diri, namun justru kemenangan pencarian makna cinta dalam diri sendiri'.
Menurut Erich Fromn, dalam bukunya The Art of Loving, ada empat ciri cinta, yaitu tahu, tanggung jawab, peduli dan respek. Cinta itu kekuatan, kemandirian, integritas diri yang dapat berdiri sendiri dan menanggung kesunyian. Cinta yang sesungguhnya adalah cinta yang dapat mengaktualisasikan potensi yang dimiliki oleh yang kita cintai (Frankl).
Namun cinta dan gaya pacaran jaman sekarang telah melenceng dari makna cinta itu sendiri. Cinta diantara dua insan manusia seringkali justru bersifat destruktif atau merusak. Maka tak heran jika banyak ditemukan wanita-wanita muda hamil diluar nikah, atau istilah kerennya hilang keperawanan dan keperjakaannya.
Mengapa perilaku pacaran menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat? Sebuah pertanyaan yang setiap orang punya jawaban masing-masing tentunya. Masa remaja memang memiliki tugas perkembangan untuk berafiliasi dengan lawan jenis. Namun pergeseran budaya masa telah mempengaruhi tugas itu, sehingga yang terjadi adalah masa remaja diartikan menjadi kebutuhan mencari pacar. Pacaran tidak lagi dianggap sebagai jembatan menuju jenjang pernikahan tetapi sebagai ajang rekreasi anak muda. Derasnya gejolak remaja telah menggusur moralitas dan menyebabkan pacaran menjadi gaya hidup yang penuh kebebasan dan keintiman.
Renungkan ungkapan Erich Fromm berikut ini, ' Cinta membutuhkan kesenangan dalam ketenangan, sebuah kemampuan untuk menikmati proses menjadi dan bukan bertindak, memiliki atau memanfaatkan '. Jangan lakukan apa yang tidak patut dilakukan dan jangan inginkan apa yang tidak patut diinginkan.
No comments:
Post a Comment