Thursday, September 9, 2010

Sang Pencerah, Meriahkan Hari Raya Idul Fitri 1431 H

Memeriahkan Hari Raya Idul Fitri, sutradara film Hanung Bramantyo pada 9 September 2010
akan merilis film terbarunya berjudul Sang Pencerah. Film itu bercerita tentang kepahlawanan tokoh KH Ahmad Dahlan.

SETELAH melalui berkali-kali proses revisi skenario, MVP Pictures akhirnya bersiap menyelesaikan produksi film biopic tokoh nasional sekaligus guru bangsa, KH Ahmad Dahlan. Awal shooting telah ditetapkan pada 21 Mei 2010. Awal pengambilan gambar dilakukan di sekitar Kauman, Yogyakarta, sekaligus menandai rangkaian proses kreatif produksi sebuah film yang bakal menjadi kado istimewa Milad ke-100 warga Muhammadiyah di seluruh dunia.

Melayarlebarkan tokoh seperti KH Ahmad Dahlan ternyata tidaklah mudah. Begitu banyak fakta dan realita ditemukan selama riset film berjalan. Begitu banyak cerita – sisi humanis hingga kehidupan pribadi – yang tidak diketahui dan dipahami bahkan oleh orang-orang dekatnya. Belum lagi menyangkut pemikiran-pemikirannya yang luar biasa besar bagi toleransi kehidupan beragama. KH Ahmad Dahlan telah meletakkan dasar-dasar kehidupan bernegara.

Hanung Bramantyo sebagai sutradara film Sang Pencerah ini, merasa tertantang untuk bisa mempertanggungjawabkan karya besarnya ini, tidak saja kepada warga Muhammadiyah, tapi juga bangsa ini. Itu sebabnya, tim produksi memundurkan proses produksi dan jadwal rilis film. Ini semata-mata demi hasil maksimal yang ingin dicapai.

Dari sisi lokasi shooting saja, Hanung sudah dituntut harus sanggup menghidupkan atmosfer dan lanskap Yogyakarta akhir 1800-an. Mengembalikan dan mereka-ulang bangunan Masjid Agung Kauman, Kota Gede, Bintaran dan wilayah keraton, termasuk sudut-sudut Kota Yogyakarta mundur ke belakang 100 tahun lalu dengan bangunan set lokasi serealistis merupakan pekerjaan luar biasa besar. Adapun lokasi-lokasi shooting yang sudah ditentukan saat ini ada di Yogyakarta, Museum Kerata Api Ambarawa, Kompleks Kebun Raya Bogor (disulap menjadi jalanan Malioboro dan Tugu Yogyakarta).

Begitu juga ketika harus kembali menghidupkan karakter dan sosok yang pernah dekat dengan KH Ahmad Dahlan. Tokoh-tokoh seperti Nyai Ahmad Dahlan atau Ibu Walidah, Sudja (murid KH Ahmad Dahlan), merupakan kerumitan yang siap dihadapi Hanung Bramantyo. Wajar jika, actor dan aktris terbaik di negeri ini dilibatkan Hanung dalam produksi film Sang Pencerah.

MVP Pictures berharap film ini bisa menghidupkan kembali kebesaran tokoh KH Ahmad Dahlan, pemikiran-pemikiran beliau, juga mampu menginspirasi generasi muda untuk berbuat sesuatu bagi negeri ini. Persis seperti harapan Hanung Bramantyo ketika memutuskan produksi film Sang Pencerah.

LUKMAN Sardi, Zaskia Adya Mecca, Giring Nidji, Iksan idol, Slamet Rahardjo, Ikranegara, Yatti Surachman, Dennis Adishwara, Abdurahman Arief, Mario Irwinsyah, merupakan sejumlah artis utama yang akan mendukung film ini. Ratusan figuran juga akan melengkapi kehidupan di Kota Yogyakarta masa itu.(net/jpnn)



Lukman Sardi, Dapat Peran Utama Tanpa Casting

Di antara puluhan orang yang bermain dalam film Sang Pencerah, sutradara Hanung Bramantyo menyebut Lukman Sardi sebagai salah seorang bintang yang aktingnya mampu memuaskan dirinya. Bagi Hanung, pria 39 tahun itu termasuk aktor tanah air berkualitas yang pernah ditemuinya.

Dalam lima tahun terakhir, banyak peran yang dimainkan Lukman. Pria yang kerap dipanggil Memet itu pernah berakting dalam beragam jenis film. Mulai yang dicap ‘’laris’’ dan ‘’berkualitas’’ hingga film komedi. Kelihaiannya dalam berakting memang tak diragukan. Maklum, jam terbangnya sudah tinggi. Sudah 32 tahun dia berkiprah di industri film. ‘’Saya main film sejak 1978,’’ katanya saat ditemui di Foodism, FX Plaza.

Kala itu usianya masih tujuh tahun. Beberapa film yang dia mainkan adalah Kembang-Kembang Plastik (1978), Pengemis dan Tukang Becak (1979), Dinginnya Hati Seorang Gadis (1979), serta Anak-Anak tak Beribu (1980). Namun, karena alasan ingin fokus pada pendidikan, saudara tiri penyanyi Shelomita itu akhirnya mundur lama dari dunia perfilman. Pada 1990-an dia bermain sinetron yang berjudul Enam Langkah. Kemudian namanya tenggelam lagi.

Sosoknya muncul kembali setelah tampil bersama Nicholas Saputra dalam film Gie (2005). Setelah itu, dalam kurun waktu lima tahun terakhir tak kurang dari 20 judul film dia bintangi. Jika dirata-rata, dalam setahun putra violis ternama Idris Sardi ini syuting untuk empat film.

Yang terbaru, Lukman memerankan tokoh pahlawan nasional KH Ahmad Dahlan dalam film Sang Pencerah garapan Hanung yang diproduksi dengan bujet Rp12 miliar. Ketika menerima peran itu ternyata Lukman tak melalui proses casting seperti pemain lain. Hal itu diungkapkan Hanung.

‘’Lukman itu langsung dipilih tanpa casting. Dia satu-satunya aktor muda yang tersisa di Indonesia. Dengan kemampuan akting yang tidak perlu diragukan lagi. Dia yang paling cocok memerankan tokoh utama ini,’’ jelasnya.
Lukman baru mengetahui bahwa dirinya tidak melalui proses casting belakangan. ‘’Saya tadinya malah nggak tahu. Ceritanya, ketika saya lagi di jalan, Hanung menelepon. Dia bilang, main ya di film saya. Kaget juga dengarnya. Kenapa saya?’’ cerita ayah Akiva Dishan Ranu Sardi, buah hatinya dengan Pricillia Pullunggono, tersebut.

Dia tambah kaget ketika tahu bahwa peran yang diberikan adalah tokoh ternama dan bersejarah KH Ahmad Dahlan. Namun, Lukman berpikir positif. Jika sutradara seperti Hanung memilihnya, memang ada kecocokan dalam diri Lukman untuk memerankan tokoh pendiri Muhammadiyah tersebut.(jan/c13/ayi/jpnn)

—-

Kiai yang Sempat Dianggap Sesat

Film Sang Pencerah ini bercerita tentang kisah Ahmad Dahlan sepulang dari Tanah Suci Mekah. Sepulang dari Mekah, Darwis mengubah namanya menjadi Ahmad Dahlan. Ahmad Dahlan sendiri merupakan pemuda yang gelisah atas pelaksanaan syariat Islam yang melenceng ke arah bid’ah. Karenanya, Islam dipandang sebagai agama mistik dan takhayul oleh kalangan Eropa (Belanda) dan kaum modern.

Karena hal itu pula lah, Ahmad Dahlan akhirnya mendirikan sebuah langgar yang juga difungsikan sebagai sekolah. Langgar sekaligus sekolah tersebut bertujuan untuk menyadarkan bahwa Islam tidak hanya berkutat pada tauhid, tapi juga mampu memperbaiki kesejahteraan masyarakat melalui pendidikan. Bagi Ahmad Dahlan, kemiskinan disebabkan karena kebodohan. Berangkat dari gagasan itu, maka laki-laki putra Khatib Besar Masjid Kauman itu memulai kiprahnya.

Diawali dengan mengubah arah kiblat yang salah satu Masjid Besar Kauman yang mangakibatkan kemarahan para kyai fanatik, sehingga Langgar Ahmad Dahlan tersebut dirubuhkan karena dianggap mengajarkan aliran sesat. Ahmad Dahlan juga dituduh sebagai kyai kafir hanya karena membuka sekolah yang menempatkan muridnya duduk di kursi seperti sekolah modern Belanda.

Bukan itu saja, Ahmad Dahlan juga dituduh sebagai kyai kejawen hanya karena dekat dengan lingkungan cendekiawan Jawa di Budi Utomo. Tapi, tuduhan itu tidak membuat pemuda kauman itu surut. Ditemani istri tercinta, Siti Walidah dan 5 muridnya, Sudja, Fahruddin, Hisyam, Syarkawi dan Abdul Gani, akhirnya Ahmad Dahlan membentuk organisasi Muhammadiyah dengan tujuan mendidik umat Islam agar berpikiran maju sesuai dengan perkembangan zaman.

Bagi Ahmad Dahlan, Islam adalah agama Rahmatan Lil Alamin, memberikan kedamaian bagia siapa saja termasuk non muslim. Selama masih dalam koridor membangun kesejahteraan masyarakat. Baginya, hal pertama yang seharusnya dikedepankan umat Islam adalah akhlaq yang baik, terbuka dan toleran seperti Rasulullah SAW. Secara perlahan, kiprah Dahlan muda yang dianggap kontroversi mampu mengubah tidak hanya pandangan umat Islam kebanyakan, tetapi kaum barat terhadap Agama Islam.

“Film ini bisa mengilhami banyak anak muda bangsa ini untuk berani dan mampu membuat perubahan dari sekarang. Bukan nanti ketika sudah tua. Karena, Ahmad Dahlan di usia 21 tahun saja sudah bisa memberikan perubahan dan pembaharuan yang sangat dihargai oleh semua golongan hingga saat ini,” ujar Mario Irwinsyah, pemeran tokoh Haji Fahruddin, salah satu murid KH Ahmad Dahlan saat pemutaran thriller film Sang Pencerah di Auditorium Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Minggu (15/8) lalu.

Sementara itu, Yati Surahman yang mendapat peran sebagai ibunda KH Ahmad Dahlan yang juga hadir pada acara di Kampus UMSU tersebut mengungkapkan, dengan dirilisnya film ini merupakan sebuah pencerahan baik bagi para sineas muda Indonesia, tapi juga masyarakat dalam pemahaman terhadap keagamaan. “Mudah-mudahan Film Sang Pencerah ini benar-benar menjadi pencerahan bagi masyarakat secara keseluruhan,” ungkapnya.(ari/bbs)

—-

Giring Beruntung Perankan Kiai Sudja

Giring ‘Nidji’ mengaku beruntung dapat memerankan Kiai Muhammad Sudja dalam film Sang Pencerah garapan sutradara Hanung Bramantyo. Pasalnya, dalam film ini Giring dapat beradu akting dengan aktor senior.

“Saya merasa beruntung banget lah. Di sini sutradaranya hebat banget. Saking jagonya dia ngomong, mengarahkan sesuatu mempengaruhi orang bagaimana harusnya berakting. Saya sempet bilang, kenapa gak jadi presiden saja,” ujar Giring, saat ditemui di kawasan Bekasi, Jawa Barat, Kamis (19/8).

Giring pun mengaku banyak mendapatkan ilmu dari senior-senior di industri Film. “Lawan main saya di sini juga senior banget. Seperti om Slamet Rahardjo dan Lukman Sardi. Saya sering dapet input dari mereka,” tuturnya. Giring menambahkan, “Beruntung banget, film pertama bekerjasama langsung sama mereka.”(net/jpnn)

—-

Butuh Setahun Siapkan Busana Pemain

Untuk menyiapkan wardrobe dalam film Sang Pencerah, memerlukan persiapan setahun penuh. Pasalnya, sebagian besar pakaian yang digunakan para pemeran sengaja dibuat dan melalui proses penjahitan sendiri, dari celana hingga penutup kepala dan topi. Penentuan warna dan tipe pakaian juga berdasarkan referensi dari berbagai dokumen foto, baik yang didapat dari internet maupun dokumentasi foto asli di arsip milik Muhammadiyah dan buku-buku berbahasa Belanda.

Pakaian yang didominasi warna khakis dan krem dan pengaplikasian batik, baik sebagai sorban atau tudung kepala, juga dipakai untuk jarik atau celana.

Untuk makeup dalam film ini, Jerry Octavianus yang sudah sering menjadi langganan para sutradara di berbagai film seperti Laskar Pelangi dan Merah Putih, mengaku mendapat banyak tantangan, terutama karena banyaknya konsentrasi makeup untuk menghitamkan kulit para pemeran yang sebagian besar tak berkulit sehitam orang Indonesia zaman dulu.

Tantangan selanjutnya adalah kumis dan jenggot buatan yang memang selalu dimiliki orang zaman dulu. Apalagi di kalangan ulama dan kiai, perbedaan warna dan bentuk juga senantiasa berubah sesuai umur para karakter dalam cerita.(net/jpnn)

—-

Habiskan Biaya Rp12 Miliar

Film Sang Pencerah garapan sutradara Hanung Bramantyo, memerlukan pendanaan yang cukup besar, mencapai Rp12 miliar. Hanung mengatakan, dana sebesar itu dibutuhkan untuk membuat film ini menjadi realistis.
“Kurang lebihnya sebesar itu. Karena untuk mengembalikan faktor sejarah di zaman dulu,” kata Hanung, saat ditemui di FX Plaza, Jakarta, Rabu (11/8) malam lalu.

Hanung mengatakan, biaya terbesar terserap untuk membangun setting lokasi film, Yogyakarta era 1800-an. Bangunan yang ada di Yogyakarta saat ini merupakan bangunan tahun 1900-an. Kondisi ini menjadi tantangan bagi Hanung. Tahun 1800-an lantai Keraton Yogya pun masih tanah. Jadi, kalau ada kebocoran lokasi dalam film, misalnya tampak kondisi bangunan yang tidak seperti tahun 1800-an, Hanung minta agar dapat dimaklumi. “Kalau kami shooting di rumah orang yang lantainya marmer, kami tutup marmer dengan tanah. Jadi kita ngotor-ngotori rumah orang,” katanya sembari tertawa.

Dana besar juga terserap untuk pembuatan kostum para pemain. “Para pemain ini cuma bawa badan aja. Selama satu tahun ini kami menjahit baju khusus yang sesuai dengan tahun 1800-an. Enggak bisa kita beli baju langsung di toko, karena tidak akan sesuai dengan tuntutan film. Jarik (kain panjang) dan sorban harus dibuat khusus dengan motif tahun 1800-an,” kata Hanung.

Justru menurut Hanung, honor pemainnya malah dibayar murah. “Pemainnya murah-murah, itu saya akui. Untuk pemain papan atas seperti mereka, itu terhitung murah. Semua mendedikasikan buat KH Ahmad Dahlan,” paparnya.

No comments:

Post a Comment